Rabu, 24 April 2013

KEBIJAKAN HUKUM CYBERCRIME



I . CYBERLAW
Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindakan (prilaku) seseorang dan masyarakat dimana akan ada sangsi bagi yang melanggar.
Alasan    Cyberlaw    itu    diperlukan    menurut    Sitompul(2012:39) sebagai berikut :
1.  Masyarakat  yang  ada  di  dunia  virtual  ialah  masyarakat yang berasal dari dunia nyata yang memiliki nilai dan kepentingan
2.  Mesikpun terjadi di dunia virtual, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Cyberlaw  merupakan  aspek  hukum  yang  ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai  pada  saat  mulai  online  dan  memasuki  dunia cyber atau maya.

II. RUANG LINGKUP CYBER LAW
Jonathan Rosenoer dalam Cyber law, the law of internet mengingatkan tentang ruang lingkup dari cyber law diantaranya :
a.       Hak Cipta (Copy Right)
b.  Hak Merk (Trademark)
c.  Pencemaran nama baik (Defamation)
d. Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
e.  Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, IllegalAccess)
f.  Pengaturan sumber daya  internet  seperti  IP-Address, domain name
g.  Kenyamanan Individu (Privacy)
h.  Prinsip kehati-hatian (Duty care)
i.  Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
j.  Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
k.  Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
l.  Pornografi
m. Pencurian melalui Internet
n.  Perlindungan Konsumen
o.  Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti  e-commerce,  e-government, e-education dll

III. PENGATURAN CYBERCRIMES DALAM UU ITE

Latar Belakang UU ITE
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber.
Berdasarkan surat Presiden RI. No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005, naskah UU ITE secara resmi disampaikan kepada DPR RI.  Pada tanggal 21 April 2008, Undang-undang ini di sahkan

Dua muatan besar yang diatur dalam UU ITE adalah :
1.  Pengaturan transaksi elektronik
2.  Tindak pidana cyber

Pengaturan Tindak Pidana TI dan Transaksi Elektronik
Tindak pidana yang diatur dalam UU ITE diatur dalam Bab VII tentang  perbuatan  yang  dilarang,  perbuatan  tersebut dikategorikan menjadi kelompok sebagai berikut:
1.  Tindak Pidana yang berhubungan dengan ativitas illegal, yaitu:
a.  Distribusi  atau  penyebaran,  transmisi,  dapat  diaksesnya konten ilegal (kesusilaan, perjudian, berita bohong dll)
b.  Dengan cara apapun melakuka akses illegal
c.   Intersepsi   illegal   terhadap   informasi   atau   dokumen elektronik dan sistem elektronik
2.  Tindak  Pidana  yang  berhubungan  dengan  gangguan(interfensi), yaitu :
a.  Gangguan    terhadap    informasi    atau    dokumen elektronik
b.  Gangguan terhadap sistem elektronik
3.  Tindak Pidana memfasilitas perbuatan yng dilarang
4.  Tindak  Pidana  pemalsuan  informasi  atau  dokumen elektronik
5.  Tindak Pidana Tambahan dan
6.  Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana

IV.  CELAH HUKUM CYBERCRIME
Pada dasarnya sebuah undang-undang dibuat sebagai jawaban hukum terhadap persoalan yang ada di masyarakat.
Namun  pada  pelaksanaannya  tak  jarang  suatu  undang-undang yang sudah terbentuk menemui kenyataan yang mungkin tidak terjangkau saat undang-undang di bentuk

Faktor yang   mempengaruhi munculnya kenyataan diatas, yaitu :
1.  Keterbatasan manusia memprediksi secara akurat apa yang terjadi di masa yang akan datang
2.  Kehidupan masyarakat manusiaa baik sebagai kelompok dan bangsa
3.  Pada   saat   undang-undang   diundangkan   langsung konservatif

Menurut    Suhariyanto  (2012)  celah  hukum  kriminalisasi cybercrime yang ada dalam UU ITE, diantaranya :
1.      Pasal pornografi di internet (cyberporn)
Pasal 27 ayat 1 UU ITE berbunyi :
Setiap    orang    dengan    sengaja    dan    tanpa    hak mendistribusikan   dan/atau   mentransmisikan   dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen    Elektronik    yang    memiliki    muatan    yang melanggar kesusilaan”
Pertama, pihak yang memproduksi dan yang menerima serta yang mengakses tidak terdapat aturannya
Kedua,  definisi  kesusilaannya  belum  ada  penjelasan batasannya
2.       Pasal perjudian di internet (Gambling on line)
Dalam pasal 27 ayat 2 UU ITE berbunyi :
Setiap    orang    dengan    sengaja    dan    tanpa    hak mendistribusikan   dan/atau   mentransmisikan   dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”
Bagi pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam teks pasal tersebut, akan tetapi terlibat dalam acara perjudian di internet misalnya : para penjudi tidak dikenakan pidana

3.      Pasal penghinaan dan atau Pencemaran nama baik di internet
Pasal 27 ayat 3 UU ITE, berbunyi :
Setiap     orang     dengan     sengaja     dan     tanpa  hak mendistribusikan    dan    /atau    mentransmisikan    dan/atau membuat  dapat  diaksesnya  Informasi Elektronik  dan/atau Dokumen   Elektronik   yang   memiliki   muatan   penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik”
Pembuktian terhadap pasal tersebut harus benar-benar dengan hati-hati karena dapat dimanfaatkan bagi oknum yang arogan

4.      Pasal pemerasan dan atau pengancaman melalui internet
Pasal 27 ayat 4 UU ITE, berbunyi :
Setiap     orang     dengan     sengaja     dan     tanpa     hak mendistribusikan     dan/atau     mentransmisikan     dan/atau membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau Dokumen   Elektronik   yang   memiliki   muatan   pemerasan
dan/atau pengancaman.
UU   ITE   tidak/atau   belum   mengatur   mengenai   cyber terorisme yang ditujukan ke lembaga atau bukan perorangan

5.      Penyebaran berita bohong dan penghasutan melalui internet
Pasal 28 Ayat 1 berbunyi :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”
Pihak yang menjadi korban adalah konsumen dan pelakunya produsen, sementara dilain pihak bisa jadi yang menjadi korban sebaliknya

6.      Profokasi melalui internet
Pasal 28 Ayat 2 yaitu :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar