I . CYBERLAW
Hukum pada
prinsipnya merupakan pengaturan
terhadap sikap tindakan
(prilaku) seseorang
dan masyarakat dimana akan ada sangsi bagi yang melanggar.
Alasan Cyberlaw itu diperlukan menurut Sitompul(2012:39)
sebagai berikut :
1. Masyarakat
yang
ada
di dunia virtual
ialah masyarakat yang berasal dari dunia
nyata
yang memiliki
nilai dan kepentingan
2. Mesikpun terjadi di dunia virtual,
transaksi yang dilakukan
oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata
Cyberlaw adalah hukum yang
digunakan
di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya
diasosiasikan
dengan internet.
Cyberlaw merupakan
aspek hukum yang
ruang lingkupnya meliputi
setiap aspek yang berhubungan
dengan
orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada
saat mulai
online
dan
memasuki
dunia
cyber atau maya.
II. RUANG
LINGKUP CYBER LAW
Jonathan Rosenoer dalam
Cyber
law,
the law
of internet
mengingatkan tentang ruang lingkup dari cyber law diantaranya :
a.
Hak Cipta (Copy Right)
b. Hak Merk (Trademark)
c. Pencemaran nama baik (Defamation)
d. Fitnah, Penistaan, Penghinaan
(Hate Speech)
e. Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, IllegalAccess)
f. Pengaturan sumber daya
internet
seperti IP-Address, domain
name
g. Kenyamanan Individu (Privacy)
h. Prinsip kehati-hatian (Duty care)
i. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan
TI sebagai alat
j. Isu prosedural seperti
yuridiksi, pembuktian, penyelidikan
dll
k. Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
l. Pornografi
m. Pencurian melalui Internet
n. Perlindungan Konsumen
o. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian
seperti e-commerce,
e-government, e-education dll
III. PENGATURAN CYBERCRIMES DALAM UU ITE
Latar Belakang UU
ITE
Undang-undang
Nomor 11
Tahun 2008 tentang
informasi dan
Transaksi Elektronik (UU
ITE) adalah undang undang pertama di
Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber.
Berdasarkan surat
Presiden RI. No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005, naskah UU ITE secara resmi
disampaikan kepada DPR RI. Pada tanggal 21 April 2008,
Undang-undang ini di sahkan
Dua muatan besar
yang diatur dalam UU ITE adalah :
1. Pengaturan transaksi
elektronik
2. Tindak pidana cyber
Pengaturan Tindak
Pidana TI dan
Transaksi Elektronik
Tindak pidana yang diatur dalam UU ITE diatur dalam Bab VII
tentang
perbuatan
yang
dilarang, perbuatan
tersebut dikategorikan menjadi kelompok sebagai berikut:
1. Tindak Pidana yang berhubungan dengan ativitas illegal,
yaitu:
a. Distribusi atau
penyebaran,
transmisi,
dapat diaksesnya
konten ilegal (kesusilaan, perjudian, berita bohong dll)
b. Dengan cara apapun melakuka akses illegal
c. Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen
elektronik dan sistem elektronik
2. Tindak Pidana yang
berhubungan
dengan
gangguan(interfensi), yaitu :
a. Gangguan terhadap informasi
atau dokumen elektronik
b. Gangguan
terhadap sistem elektronik
3. Tindak Pidana memfasilitas perbuatan yng dilarang
4. Tindak
Pidana pemalsuan informasi
atau dokumen
elektronik
5. Tindak Pidana Tambahan dan
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana
IV. CELAH HUKUM CYBERCRIME
Pada
dasarnya
sebuah undang-undang dibuat sebagai jawaban hukum
terhadap persoalan
yang ada di masyarakat.
Namun
pada pelaksanaannya
tak jarang suatu
undang-undang yang sudah terbentuk menemui kenyataan yang mungkin tidak terjangkau
saat undang-undang di bentuk
Faktor yang
mempengaruhi munculnya kenyataan diatas, yaitu :
1. Keterbatasan manusia memprediksi secara akurat apa yang terjadi di masa
yang akan datang
2. Kehidupan masyarakat manusiaa baik sebagai kelompok dan bangsa
3. Pada saat undang-undang diundangkan langsung “konservatif”
Menurut Suhariyanto (2012)
celah
hukum
kriminalisasi
cybercrime yang ada dalam UU ITE, diantaranya :
1.
Pasal pornografi di internet (cyberporn)
Pasal 27 ayat 1 UU ITE berbunyi :
“Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar
kesusilaan”
Pertama, pihak yang memproduksi dan yang menerima serta yang mengakses
tidak terdapat aturannya
Kedua,
definisi
kesusilaannya belum ada
penjelasan
batasannya
2.
Pasal perjudian di
internet (Gambling on line)
Dalam pasal 27
ayat 2 UU ITE berbunyi :
“Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan perjudian”
Bagi
pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam teks pasal tersebut,
akan tetapi terlibat dalam acara perjudian di internet
misalnya : para
penjudi tidak dikenakan
pidana
3. Pasal penghinaan dan atau
Pencemaran nama baik di internet
Pasal 27 ayat 3 UU ITE, berbunyi :
“Setiap orang dengan
sengaja dan
tanpa
hak mendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik”
Pembuktian terhadap pasal tersebut harus benar-benar
dengan
hati-hati
karena
dapat dimanfaatkan
bagi oknum yang arogan
4.
Pasal pemerasan
dan atau pengancaman melalui
internet
Pasal 27 ayat 4 UU ITE, berbunyi :
“Setiap orang dengan
sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau
mentransmisikan
dan/atau
membuat
dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman”.
UU ITE tidak/atau belum mengatur mengenai cyber terorisme yang ditujukan ke lembaga atau bukan
perorangan
5. Penyebaran berita bohong
dan penghasutan melalui internet
Pasal 28
Ayat 1 berbunyi :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”
Pihak yang menjadi korban adalah konsumen dan pelakunya
produsen, sementara
dilain pihak bisa jadi yang
menjadi
korban sebaliknya
6.
Profokasi melalui internet
Pasal 28
Ayat 2 yaitu :
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar