Tjandra
Sugiono yang didakwa telah melakukan perbuatan curang terhadap PT
Mustika Ratu dalam persidangan membantah bahwa pendaftaran nama domain (domain name) mustika-ratu.com yang dilakukan atas namanya sama sekali tidak mengakibatkan kerugian.
Dalam
persidangan tersebut, sudah seharusnya jaksa mengurai unsur-unsur yang
tertera di dalam pasal tersebut. Dalam Pasal 382 bis KUHP tersebut,
dijelaskan bahwa orang yang bisa dijerat dengan pasal ini yang
bersangkutan harus melakukan perbuatan penipuan atau memperdaya
masyarakat. Kemudian dari perbuatan tersebut, dapat menimbulkan kerugian
terhadap pesaingnya.
Mungkin jaksa agak kesulitan untuk mengorek keterangan para saksi
yang dihadirkan di sidang pengadilan. Karena terlihat, dari pertanyaan
yang diajukan tidak ada yang mengarah pada pokok dakwaan. Sebaliknya,
justru mengarah pada "alur" yang dibuat oleh penasehat hukum melalui
pertanyaan yang diajukan.
Tidak
ada satu pertanyaan pun yang diajukan oleh jaksa yang menyudutkan
terdakwa. Pertanyaan yang diajukan hanya bersifat "basa-basi" atau
formalitas saja. Pertanyaan yang diajukan bersifat umum dan tidak
mendasar, seperti: kapan, di mana, dan bagaimana tindakan tersebut
dilakukan.
Dari
keterangan para saksi, tidak ada satu pun yang mengindikasikan telah
terjadi perbuatan penipuan yang mengakibatkan kerugian seperti yang
dimaksudkan dalam pasal 382 bis KUHP. Bahkan, keterangan yang diajukan
bertentangan satu sama lain. Karena itu, sulit bagi jaksa ataupun hakim
untuk mengambil keterangan yang diberikan oleh ketiga saksi sebagai
bahan pertimbangan.
Jika
dalam persidangan berikutnya pertanyaan yang diajukan jaksa atau hakim
tidak mengarah subtansi masalah, dapat dipastikan unsur yang tertera di
dalam pasal tersebut tidak terbukti. Ini berarti, terdakwa harus
dilepaskan dari tuntutan hukum.
Tidak paham etika persidangan
Sangat
disayangkan, bila dalam sidang pengadilan masih ada yang tidak paham
etika persidangan. Bukankah kegiatan yang berlangsung di pengadilan ini
bagian dari kegiatan di bangku kuliah. Dalam suatu persidangan, bukankah
hakim yang memiliki kuasa untuk mengatur lalu lintas persidangan.
Beberapa
kali terlihat dalam persidangan, penasehat hukum dari terdakwa
melakukan "pelanggaran" etika persidangan. Penasehat hukum terdakwa
begitu bernafsu untuk mengajukan pertanyaan terhadap saksi. Padahal saat
itu, bukan kesempatan dari yang bersangkutan. Tentu saja, permohonan tersebut ditolak oleh majelis hakim dengan memberi peringatan keras.
Kemudian
perihal pengajuan pertanyaan, penasehat hukum berupaya membangun opini
dengan memberikan tanggapan atas keterangan yang diberikan oleh para
saksi. Padahal dalam tahap pemeriksaan saksi, yang bersangkutan hanya
berhak untuk mengajukan pertanyaan dan bukan tanggapan. Hal ini pun
dilakukan lebih dari satu kali oleh penasehat hukum terdakwa.
Yang
paling parah adalah, pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum
bersifat mengarahkan, menjerat, atau bahkan membuat kesimpulan atas
keterangan yang diberikan oleh para saksi. Padahal dijelaskan di dalam
Pasal 166 KUHAP, bahwa tidak boleh diajukan suatu pertanyaan kepada
terdakwa maupun saksi yang sifatnya menjerat.
Tentu
saja hakim Chasiani Tandjung mencak-mencak, karena yang bersangkutan
lebih dari satu kali melakukan beberapa "pelanggaran" tersebut.
Berkaitan dengan pertanyaan yang menjebak, hakim patut untuk menegur
siapa saja yang melakukan. Dalam persidangan tersebut, hakim sudah
melakukan apa yang memang harus dilakukan.
Keadaan
ini juga diperparah dengan jaksa yang tidak peka atau jeli dalam
mencermati pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa.
Padahal ada beberapa pertanyaan dari penasehat hukum yang sifatnya
menyimpulkan keterangan yang diberikan.
Entah
skenario apa yang coba dikembangkan oleh sang jaksa ketika harus
mengorek keterangan saksi tanpa merujuk pada unsur-unsur yang tertera di
dalam Pasal 382 bis KUHP. Keadaan ini bisa berbahaya bagi posisi
mustika-ratu selaku pihak yang dirugikan dengan tindakan yang dilakukan
oleh Tjandra Sugiono.
Di atas angin
Bila
melihat persidangan tersebut, posisi terdakwa Tjandra Sugiono berada di
atas angin. Karena tidak satu pernyataan dari saksi ataupun pertanyaan
dari jaksa yang menyudutkan posisi terdakwa. Jika saksi yang diajukan
oleh jaksa tidak "kompeten" seperti yang diajukan dalam persidangan
lalu, bukan tidak mungkin dalam persidangan selanjutnya akan mengalami
kebuntuan.
Seharusnya,
pihak terdakwa tidak perlu merasa khawatir akan dipenjara. Pasalnya
sejak pemeriksaan saksi dimulai, tidak satu pun keterangan yang
diberikan memberatkan posisi terdakwa. Ini mungkin merupakan tantangan
bagi jaksa untuk mengedepankan saksi yang memang benar-benar terperdaya,
baik langsung maupun tidak langsung, setelah mengklik situs www.mustika-ratu-com.
Belum
lagi, unsur ketiga dari Pasal 382 bis yang sama sekali tidak tercermin
dari keterangan yang diberikan oleh para saksi. Karena dengan tegas,
Tjandra Sugiono menyatakan tidak pernah mengisi domain mustika-ratu.com
yang didaftarkan tersebut.
Kemudian
yang berkaitan dengan kerugian yang ditimbulkan dari pendaftaran nama
domain tersebut, tidak dengan jelas diterangkan oleh saksi ketiga yang
harusnya secara materil/imateril memberikan keterangan jumlah kerugian
yang ditimbulkan akibat tindakan terdakwa. Sidang masih berlanjut,
apakah jaksa masih saja "mengikuti alur". Kita tunggu saja babak
lanjutan kasus ini. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3580/sidang-kasus-mustikaratu-ganjil-terdakwa-di-atas-angin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar