Rabu, 17 April 2013

Sidang Kasus mustika-ratu Ganjil, Terdakwa di Atas Angin. (contoh kasus cyberlaw)

    Tjandra Sugiono yang didakwa telah melakukan perbuatan curang terhadap PT Mustika Ratu dalam persidangan membantah bahwa pendaftaran nama domain (domain name) mustika-ratu.com yang dilakukan atas namanya sama sekali tidak mengakibatkan kerugian.
Dalam persidangan tersebut, sudah seharusnya jaksa mengurai unsur-unsur yang tertera di dalam pasal tersebut. Dalam Pasal 382 bis KUHP tersebut, dijelaskan bahwa orang yang bisa dijerat dengan pasal ini yang bersangkutan harus melakukan perbuatan penipuan atau memperdaya masyarakat. Kemudian dari perbuatan tersebut, dapat menimbulkan kerugian terhadap pesaingnya.
Mungkin jaksa agak kesulitan untuk mengorek keterangan para saksi yang dihadirkan di sidang pengadilan. Karena terlihat, dari pertanyaan yang diajukan tidak ada yang mengarah pada pokok dakwaan. Sebaliknya, justru mengarah pada "alur" yang dibuat oleh penasehat hukum melalui pertanyaan yang diajukan.
Tidak ada satu pertanyaan pun yang diajukan oleh jaksa yang menyudutkan terdakwa. Pertanyaan yang diajukan hanya bersifat "basa-basi" atau formalitas saja. Pertanyaan yang diajukan bersifat umum dan tidak mendasar, seperti: kapan, di mana, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Dari keterangan para saksi, tidak ada satu pun yang mengindikasikan telah terjadi perbuatan penipuan yang mengakibatkan kerugian seperti yang dimaksudkan dalam pasal 382 bis KUHP. Bahkan, keterangan yang diajukan bertentangan satu sama lain. Karena itu, sulit bagi jaksa ataupun hakim untuk mengambil keterangan yang diberikan oleh ketiga saksi sebagai bahan pertimbangan. 
Jika dalam persidangan berikutnya pertanyaan yang diajukan jaksa atau hakim tidak mengarah subtansi masalah, dapat dipastikan unsur yang tertera di dalam pasal tersebut tidak terbukti. Ini berarti, terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum.
Tidak paham etika persidangan
Sangat disayangkan, bila dalam sidang pengadilan masih ada yang tidak paham etika persidangan. Bukankah kegiatan yang berlangsung di pengadilan ini bagian dari kegiatan di bangku kuliah. Dalam suatu persidangan, bukankah hakim yang memiliki kuasa untuk mengatur lalu lintas persidangan.
Beberapa kali terlihat dalam persidangan, penasehat hukum dari terdakwa melakukan "pelanggaran" etika persidangan. Penasehat hukum terdakwa begitu bernafsu untuk mengajukan pertanyaan terhadap saksi. Padahal saat itu, bukan kesempatan dari yang bersangkutan.  Tentu saja, permohonan tersebut ditolak oleh majelis hakim dengan memberi peringatan keras.
Kemudian perihal pengajuan pertanyaan, penasehat hukum berupaya membangun opini dengan memberikan tanggapan atas keterangan yang diberikan oleh para saksi. Padahal dalam tahap pemeriksaan saksi, yang bersangkutan hanya berhak untuk mengajukan pertanyaan dan bukan tanggapan. Hal ini pun dilakukan lebih dari satu kali oleh penasehat hukum terdakwa.
Yang paling parah adalah, pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum bersifat mengarahkan, menjerat, atau bahkan membuat kesimpulan atas keterangan yang diberikan oleh para saksi. Padahal dijelaskan di dalam Pasal 166 KUHAP, bahwa tidak boleh diajukan suatu pertanyaan kepada terdakwa maupun saksi yang sifatnya menjerat.
Tentu saja hakim Chasiani Tandjung mencak-mencak, karena yang bersangkutan lebih dari satu kali melakukan beberapa "pelanggaran" tersebut. Berkaitan dengan pertanyaan yang menjebak, hakim patut untuk menegur siapa saja yang melakukan. Dalam persidangan tersebut, hakim sudah melakukan apa yang memang harus dilakukan.
Keadaan ini juga diperparah dengan jaksa yang tidak peka atau jeli dalam mencermati pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. Padahal ada beberapa pertanyaan dari penasehat hukum yang sifatnya menyimpulkan keterangan yang diberikan.
Entah skenario apa yang coba dikembangkan oleh sang jaksa ketika harus mengorek keterangan saksi tanpa merujuk pada unsur-unsur yang tertera di dalam Pasal 382 bis KUHP. Keadaan ini bisa berbahaya bagi posisi mustika-ratu selaku pihak yang dirugikan dengan tindakan yang dilakukan oleh Tjandra Sugiono. 
Di atas angin
Bila melihat persidangan tersebut, posisi terdakwa Tjandra Sugiono berada di atas angin. Karena tidak satu pernyataan dari saksi ataupun pertanyaan dari jaksa yang menyudutkan posisi terdakwa. Jika saksi yang diajukan oleh jaksa tidak "kompeten" seperti yang diajukan dalam persidangan lalu, bukan tidak mungkin dalam persidangan selanjutnya akan mengalami kebuntuan.
Seharusnya, pihak terdakwa tidak perlu merasa khawatir akan dipenjara. Pasalnya sejak pemeriksaan saksi dimulai, tidak satu pun keterangan yang diberikan memberatkan posisi terdakwa. Ini mungkin merupakan tantangan bagi jaksa untuk mengedepankan saksi yang memang benar-benar terperdaya, baik langsung maupun tidak langsung, setelah mengklik situs www.mustika-ratu-com.
Belum lagi, unsur ketiga dari Pasal 382 bis yang sama sekali tidak tercermin dari keterangan yang diberikan oleh para saksi. Karena dengan tegas, Tjandra Sugiono menyatakan tidak pernah mengisi domain mustika-ratu.com yang didaftarkan tersebut.
Kemudian yang berkaitan dengan kerugian yang ditimbulkan dari pendaftaran nama domain tersebut, tidak dengan jelas diterangkan oleh saksi ketiga yang harusnya secara materil/imateril memberikan keterangan jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan terdakwa. Sidang masih berlanjut, apakah jaksa masih saja "mengikuti alur". Kita tunggu saja babak lanjutan kasus ini. 

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3580/sidang-kasus-mustikaratu-ganjil-terdakwa-di-atas-angin 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar